Tata Cara Pengurusan Jenazah
وَلَن يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Munafiqun [63] : 11)
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".(QS. Al-Jumuah [62] : 8)
Kematian
merupakan sunatullah yang berlaku pada setiap makhluk yang bernyawa.
sudah menjadi ketentuan bahwa setiap yang hidup pasti akan merasakan
mati. Allah melakukan segala sesuatu menurut kehendakNya dan Allah Yang
Maha Kuasa tidak mungkin merubah ketetapanNya.
Kematian
adalah suatu kejadian di dunia yang paling dahsyat yang pernah terjadi
pada diri manusia sesuatu yang menampakan kemahakuasaan Allah yang
mutlak serta menegaskan betapa kerdil dan lemahnya manusia dihadapanNya.
kedatangannya tak dapat diduga-duga, tak dapat ditunda juga dihindari
apabila sudah menghampiri.
Ketika
nyawa sudah terpisah dengan jasadnya, maka segala hubungan manusia
dengan dunianya terputus. tubuhnya dingin kaku, sudah tak kuasa mengurus
diri sendiri. saat itulah kita sebagai umat muslim yang masih hidup
punya kewajiban untuk mengurus segala kebutuhan si mayit. mulai dari
memandikan, mengkafani, mensholatkan, hingga menguburkannya. dalam islam
hukum mengurus jenazah seorang muslim adalah Fardhu kifayah yang
berarti wajib dilakukan, namun apabila sudah ada muslim lain yang
melakukannya maka kewajiban ini gugur.
kali
ini Insha Allah kita akan membahas tentang tata cara mengurus jenazah
menurut syariat islam. mulai dari memandikan, mengkafani, mensholati,
sampai dengan menguburkannya. tapi sebelum itu ada yang harus
diperhatikan bagi pengurus jenazah. Pengurus jenazah hendaknya adalah
orang yang lebih mengetahui sunnahnya dengan tingkatan sebagai berikut;
- Jenazah laki-laki diurusi oleh orang yang telah ditunjuk oleh si mayit sendiri sebelum wafatnya (berdasarkan wasiatnya). Kemudian Bapaknya, lalu anak laki-lakinya, kemudian keluarga terdekat si mayit.
- Jenazah wanita diurusi oleh orang yang telah ditunjuk oleh si mayit sendiri sebelum wafatnya (berdasarkan wasiatnya). Kemudian Ibunya, kemudian anak wanitanya, kemudian keluarga terdekat si mayit.
- Suami diperbolehkan mengurusi jenazah istrinya, begitu pula sebaliknya.
- Adapun jenazah anak yang belum baligh dapat diurusi oleh kaum laki-laki atau perempuan karena tidak ada batasan aurat bagi mereka.
- Apabila seorang lelaki wafat di antara kaum wanita (tanpa ada seorang lelaki muslim pun bersama mereka dan tanpa ada istrinya atau ibunya) demikian pula sebaliknya maka cukup ditayamumkan saja.
- Seorang muslim tidak diperbolehkan mengurusi jenazah orang kafir (QS. At-Taubah ; 84).
Perlu kita ketahui bahwa mengurus jenazah adalah suatu amalan mulia, sebagaimana yang terkandung dalam hadist berikut;
Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa Sallam bersabda : "Barangsiapa
memandikan (jenazah) seorang muslim seraya menyembunyikan (aib)nya
dengan baik, maka Allah akan memberikan ampunan empat puluh kali
kepadanya. Barangsiapa membuat lubang untuknya lalu menutupinya, maka
akan diberlakukan pahala seperti orang yang memberikan tempat
tinggal kepadanya sampai hari kiamat kelak. Barangsiapa mengkafaninya,
nicaya Allah akan memakaikannya sundus (pakaian dari kain sutera tipis)
dan istabraq (pakaian sutera tebal) surga di hari kiamat kelak." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Al-Hakim berkata; Shahih dengan syarat Muslim. Dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
A. MEMANDIKAN JENAZAH
Jenazah
seorang muslim wajib dimandikan oleh muslim yang lain sebelum ia
dikuburkan. kecuali jenazah para Syuhada yang mati syahid di jalan
Allah (berperang) tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.
"Bahwa para Syuhada Uhud tak dimandikan, & mereka dikubur dengan darah mereka (lumuran darah yang pada jenazah mereka), serta tak dishalatkan." (HR. Abu Daud 2728)
hal ini dilakukan karena darah para Syuhada itu kelak akan
berwangikan kasturi di hari kiamat. selain jenazah para Syuhada, Janin
yang gugur sebelum mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, hanyalah
sekerat daging yang boleh dikuburkan di
mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.
a. Syarat orang yang memandikan jenazah
1. Baligh (sudah mencapai kedewasaan)
- sudah mencapai usia 19 tahun dan atau sudah mengalami mimpi basah bagi laki-laki
- sudah mencapai usia 9 tahun dan atau sudah mengalami menstruasi bagi perempuan
2. Berakal (tidak gila)
3. Beriman (muslim)
4. sesama jenis kelamin antara yang memandikan dan yang dimandikan. kecuali;
- anak kecil yang usianya belum lebih dari tiga tahun.
- suami/istri. masing-masing boleh memandikan yang lain.
- Mahram. (apabila tidak ada orang yang sejenis kelamin dengan si mayit)
b. Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah
- Kapas
- Sarung tangan & masker penutup hidung (untuk orang yang memandikan)
- Gunting (untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Spon pengosok
- Kapur barus
- Alat pengerus untuk mengerus dan menghaluskan kapur barus
- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Air
- Minyak wangi
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas
pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si
mayit barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak untuk dilihat.
Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya agar air
dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
c.Tata Cara memandikan jenazah
1. Menghilangkan kotoran pada jenazah
memulailah dengan melunakkan persendian jenazah tersebut.
Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula
bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena
itu merupakan aurat besar. Kemudian angkatlah kepala jenazah
hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu urut perutnya dengan
perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya.
hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
2. Mewudhukan jenazah
Selanjutnya orang yang memandikan berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu jenazah diwudhu-i sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
Selanjutnya orang yang memandikan berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu jenazah diwudhu-i sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
3. Membasuh tubuh jenazah
Selanjutnya orang yang memandikan membalik sisi tubuh jenazah hingga miring ke sebelah
kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian
dengan cara yang sama petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang
sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan
membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh
bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah
memandikannya satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun
jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi memandikannya sampai bersih
atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan disukai
untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa
mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya
kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika orang yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah, jasad dilap (dihanduki) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
- Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
- Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
- Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika orang yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah, jasad dilap (dihanduki) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
- Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
- Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
- Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
B. MENGKAFANI JENAZAH
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut
dibeli dari harta si mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya
dari melunaskan hutangnya, menunaikan wasiatnya dan membagi harta
warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya boleh
menanggungnya.
a. Ukuran kain kafan.
Ukuran
lebar kain kafan yang digunakan dengan lebar tubuh si mayit adalah
sekitar 1:3, jadi jika lebar tubuh si mayit 30 cm maka kain kafan yang
disediakan adalah sekitar 90 cm. sementara ukuran panjang kain kafan
disesuaikan dengan tinggi tubuh si mayit, contoh jika tinggi tubuhnya
180 cm maka panjang kain kafannya ditambahkan 60 cm atau jika tinggi
tubuhnya 90 cm maka panjang kain kafan ditambah 30 cm. tambahan panjang
kain kafan dimaksudkan agar mudah mengikat atas kepalanya dan bagian
bawahnya.
b. Tata cara mengkafani jenazah
- Jenazah laki-laki -
Jenazah
laki-laki dibalut dengan 3 lapis kain kafan. Berdasar dengan hadits. “Rosululloh
Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dikafani dengan 3 helai kain sahuliyah yang putih
bersih dari kapas, tanpa ada baju dan serban padanya, beliau dibalut dengan
3 kain tersebut.
langkah-langkah :
siapkan
tali pengikat kain kafan sebanyak 7 buah (usahakan berjumlah ganjil)
panjang tali disesuaikan dengan lebar tubuh mayit. tali dipintal
kemudian di letakan dengan jarak yang sama diatas usungan jenazah.
kemudian 3 helai kain kafan yang sudah dipersiapkan sebelumnya diletakan
sama rata diatas tali pengikat yang sudah lebih dulu diletakan diatas
usungan jenazah, dengan menyisakan lebih panjang di bagian kepala.
siapkan pula kain penutup aurat yang dipotong hampir menyerupai popok
bayi, kain penutup aurat itu diletakan diatas ketiga helai kain kafan
tepatnya dibawah tempat duduk mayit, letakan pula potongan kapas
diatasnya. lalu bubuhi kain kafan dan kain penutup aurat dengan
wewangian dan kapur barus yang langsung melekat pada tubuh si mayit.
Pindahkan
mayit yang telah selesai dimandikan dan dihanduki keatas lembaran kain
kafan yang telah siap, kemudian bubuhi tubuh mayyit dengan wewangian
atau sejenisnya. Bubuhi
anggota-anggota sujud [tahnith]. Sediakan kapas yang diberi wewangian
dan letakkan di
lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak dan yang lainnya. Letakkan kedua
tangan
sejajar dengan sisi tubuh, lalu ikatlah kain penutup aurat sebagaimana
memopok bayi
dimulai dari sebelah kanan dan ikatlah dengan baik.
saat
membalut kain kafan mulailah
dengan melipat lembaran pertama kain kafan sebelah kanan, balutlah dari
kepala
sampai kaki. Demikian lakukan dengan lembaran kain kafan yang kedua dan
yang
ketiga. Ikat bagian atas kepala mayit dengan tali pengikat dan sisa kain
bagian atas yang lebih dilipat ke wajahnnya lalu diikat dengan sisa
tali itu sendiri, kemudian ikatlah tali bagian bawah kaki dan sisa kain
kafan bagian bawah yang lebih dilipat ke kakinya lalu diikat sama
seperti pada bagian atas. setelah itu ikatlah kelima tali yang lain
dengan jarak
yang sama rata. perlu diperhatikan mengikat tali tersebut jangan
terlalu kencang dan usahakan ikatannya terletak disisi sebelah kiri
tubuh, agar mudah dibuka ketika jenazah dibaringkan kesisi sebelah kanan
dalam kubur.
- Jenazah perempuan-
Jenazan
wanita dibalut dengan lima helai kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain,
sebuah baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya. Jika ukuran lebar
tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm dan
panjangnya 150 ditambah 50 cm. Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150 cm, disediakan sebanyak tujuh utas
tali, kemudian dipintal dan diletakkan sama rata di atas usungan jenazah.
Kemudian dua kain kafan tersebut diletakkan sama rata diatas tali tersebut
dengan menyisakan lebih panjang dibagian kepala. untuk mempersiapkan kain kurung pertama ukurlah
mulai dari pundak sampai kebetisnya, lalu ukuran tersebut dikalikan dua,
kemudian persiapkanlah kain baju kurungnya sesuai dengan ukuran tersebut. Lalu
buatlah potongan kerah tepat ditengah-tengah kain itu agar mudah dimasuki
kepalanya. Setelah dilipat dua, biarkanlah lembaran baju kurung bagian bawah
terbentang, dan lipatlah lebih dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada
mayyit, letakkan baju kurung ini di atas kedua helai kain kafannya). lebar
baju kurung tersebut 90 cm. sementara untuk kain sarung ukurannya
adalah sekitar 90 cm [lebar] dan 150 cm [panjang]. kain sarung
tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurungnya. dan untuk
ukuran kerudungnya adalah sekitar 90 cm x 90 cm, kerudung tersebut
dibentangkan diatas bagian atas baju kurung. untuk tata cara memakaikan
kain penutup aurat, kain kafan dan tali pengikat hampir sama caranya
seperti pada jenazah laki-laki.
Faedah
- Cara
mengkafani anak laki-laki yang berusia dibawah tujuh tahun adalah membalutnya
dengan sepotong baju yang dapat menutup seluruh tubuhnya atau membalutnya
dengan tiga helai kain.
-Cara mengkafani anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan membalutnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.
-Cara mengkafani anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan membalutnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.
C. SHOLAT JENAZAH
Shalat Jenazah hukumnya Fardhu kifayah, shalat ini berbeda
dengan shalat pada umumnya, karena tidak memakai ruku’, sujud, i’tidal dan
tahiyyat, sholat ini hanya dilakukan dalam keadaan berdiri dengan 4 kali takbir dan 2 salam.
tata cara pelaksanaannya;
1. Niat
Secara bahasa, “niat” artinya ‘al-qashdu‘ (keinginan atau tujuan), sedangkan makna secara istilah, yang dijelaskan oleh ulama Malikiah, adalah ‘keinginan seseorang dalam hatinya untuk melakukan sesuatu’. setiap kita akan melakukan shalat atau amalan lainnya hendaklah disertai dengan niat terlebih dahulu, begitupun saat hendak melakukan shalat jenazah juga harus disertai niat yang semata-mata hanya mengharap keridhoan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkhotbah di atas mimbar, “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya, amal itu hanya dinilai berdasarkan niatnya, dan sesungguhnya pahala yang diperoleh seseorang sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang niat hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya maka dia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya dengan niat mendapatkan dunia atau wanita yang ingin dinikahi maka dia hanya mendapatkan hal yang dia inginkan.’” (HR. Al-Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
bacaan niat shalat jenazah
* untuk mayit laki-laki
"Ushallii alaa hadzal mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
*untuk mayit perempuan
"Ushallii alaa haadzihil mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
tata cara pelaksanaannya;
1. Niat
Secara bahasa, “niat” artinya ‘al-qashdu‘ (keinginan atau tujuan), sedangkan makna secara istilah, yang dijelaskan oleh ulama Malikiah, adalah ‘keinginan seseorang dalam hatinya untuk melakukan sesuatu’. setiap kita akan melakukan shalat atau amalan lainnya hendaklah disertai dengan niat terlebih dahulu, begitupun saat hendak melakukan shalat jenazah juga harus disertai niat yang semata-mata hanya mengharap keridhoan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkhotbah di atas mimbar, “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya, amal itu hanya dinilai berdasarkan niatnya, dan sesungguhnya pahala yang diperoleh seseorang sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang niat hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya maka dia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya dengan niat mendapatkan dunia atau wanita yang ingin dinikahi maka dia hanya mendapatkan hal yang dia inginkan.’” (HR. Al-Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
bacaan niat shalat jenazah
* untuk mayit laki-laki
"Ushallii alaa hadzal mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
*untuk mayit perempuan
"Ushallii alaa haadzihil mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
Artinya : aku niat shalat atas mayit ini empat takbir fardhu kifayah sebagai makmum/imam karena Allah ta'alaa.
2. Berdiri bila mampu
2. Berdiri bila mampu
Shalat jenazah sah jika dilakukan dengan
berdiri (seseorang mampu untuk berdiri dan tidak ada uzur). Karena jika
sambil duduk atau di atas kendaraan [hewan tunggangan], Shalat jenazah
dianggap tidak sah.
jika jenazahnya adalah jenazah laki-laki maka imam berdiri tepat di bagian kepala
jika jenazahnya adalah jenazah laki-laki maka imam berdiri tepat di bagian kepala
3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi ketika menyolatkan jenazah.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa Shallallaahu Alaihi Wa Sallam menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)
4. Membaca surat Al-Fatihah
dibaca setelah takbir pertama :
Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang {1} segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam {2} Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang {3} Yang menguasai hari pembalasan {4} hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan {5} Tunjukilah kami jalan yang lurus{6} (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; (bukan) jalan mereka yang dimurkai dan (bukan) pula jalan mereka yang sesat{7}. (QS. Al - Fatihah : 1-7)
5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
dibaca setelah takbir kedua :
" Allaahumma Shalli 'Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa'alaa aali Sayyidinaa Muhammad, Kama Shallaita 'Alaa Sayyidinaa ibrahim wa'alaa aali Sayyidinaa ibrahim, Wa barik 'alaa Sayyidinaa Muhammad wa'alaa aali Sayyidinaa Muhammad, Kama Barakta 'alaa Sayyidinaa Ibrahim wa 'alaa aali Sayyidina Ibrahim, Innaka hamiidum majiid.."
6. Membaca Do'a untuk Jenazah
dibaca setelah takbir ketiga :
* untuk mayit laki-laki :
"Allahummaghfir lahu warhamhu, wa'aafihi wa'fu 'anhu.."
* untuk mayit perempuan :
"Allahummaghfir laha warhamha, wa'aafiha wa'fu 'anha.."
Artinya : Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia.
7. Menyempurnakan Do'a bagi jenazah
dibaca setelah takbir keempat:
* untuk mayit laki-laki :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu.."
* untuk mayit laki-laki :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajraha wa laa taftinnaa ba’daha waghfirlana wa laha.."
Artinya : Ya Allah janganlah kami tidak Engkau beri pahalanya, dan janganlah Engkau beri
fitnah kepada kami sesudahnya, dan berilah ampunan kepada kami dan kepadanya.
8. Salam.
Faedah
- ketika Shalat jenazah haruslah menghadap kiblat.
- Mayit diletakkan di depan orang yang akan menshalati dengan posisi terlentang.
- Ketika menshalati posisi imam berdiri searah kepala mayit apabila mayitnya laki-laki, sedang untuk mayit perempuan imam berdiri searah antara dada dan perut.
- Antara orang yang shalat dengan mayit tidak ada penghalang.
- Jarak antara orang yang shlat dengan mayit tidak terlalu jauh.
- Salah satu diantara keduanya tidak lebih tinggi atau lebih rendah posisinya.
- lebih utama apabila shaf makmum dibagi menjadi 3 shaf.
D.MENGUBURKAN JENAZAH
Setelah
selesai dimandikan, dikafani dan disholatkan, maka jenazah harus segera
dikuburkan. disunnahkan membawa jenazah dengan usungan
jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.
Disunnahkan pula untuk menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa
harus tergesa-gesa. Bagi para
pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping
kanan
atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan
untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga
dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang
lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita
(kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud
dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang)
yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan
jenazah di dalamnya.
Syaq adalah
liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf
U memanjang).
dilarang
menguburkan jenazah pada 3 waktu terlarang yaitu, ketika matahari terbit
hingga ia agak meninggi, saat matahari tepat berada dipertengahan
langit hingga ia telah condong ke barat, dan saat matahari hampir
terbenam hingga ia terbenam sempurna. sebagaimana hadist dibawah ini :
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiallahu anhu berkata: “Ada tiga waktu,
yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang kami untuk
shalat atau menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut: Saat matahari terbit
hingga ia agak meninggi, saat matahari tepat berada di pertengahan langit
hingga ia telah condong ke barat, dan saat matahari hampir terbenam hingga ia
terbenam sempurna.” (HR. Muslim
no. 831)
- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
- Jenazah diangkat di atas tangan untuk
diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan
jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang
kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah
kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke
lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI
(Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Dari Ibnu Umar radhiallahu
anhuma dia berkata: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam mayat memasukkan jenazah ke dalam kubur, maka beliau mengucapkan,
“BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASUULILLAH (Dengan nama Allah dan di atas agama
Rasulullah).” (HR. Abu Daud no. 3213, At-Tirmizi no. 1046, Ibnu
Majah no. 1539, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ahkam Al-Jana`iz
hal. 152)
-Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan
jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya
selain tali kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan
dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang
menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga
liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang
lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya
(agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup
dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk
menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman
tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah
yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan
(diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam
dan diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih,
silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian
kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan
membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk
di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah
mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang
disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia
ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya
orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan
doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!).
Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Semoga Bermanfaat Postingan kali ini :D
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar